Mekanisme Transaksi Pembayaran di Internet
Mekanisme
Transaksi
Pembayaran
di Internet
Salah satu isu terbesar dalam implementasi sistem E-Commerce adalah
mengenai mekanisme transaksi pembayaran via internet. Dalam bisnis konvensional
sehari-hari, seseorang biasa melakukan pembayaran terhadap produk atau jasa
yang dibelinya melalui berbagai cara. Cara yang paling umum adalah dengan
membayar langsung dengan alat pembayaran yang sah (uang) secara tunai (cash).
Cara lain adalah dengan menggunakan kartu kredit (credit card), kartu debit
(debet card), cek pribadi (personal check), atau transfer antar rekening
(Kosiur, 1997). Proses pembayaran biasanya dilakukan di tempat dimana produk
atau jasa tersebut diperjualbelikan.
Lokasi tersebut biasa disebut sebagai POS (Point-Of-Sale). Prinsip
pembayaran di dalam sistem E-Commerce sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
dunia nyata, hanya saja internet (dunia maya) berfungsi sebagai POS yang dapat
dengan mudah diakses melalui sebuah komputer pesonal (PC).
Langkah
pertama yang biasa dilakukan konsumen adalah mencari produk atau jasa yang diinginkan di internet dengan cara melakukan browsing terhadap
situs-situs perusahaan yang ada. Melalui online catalog-nya, konsumen kemudian
menentukan barang-barang yang ingin dibelinya. Setelah selesai “memasukkan”
semua barang (pesanan dalam bentuk informasi) ke dalam digital cart (kereta
dorong digital), maka tibalah saatnya untuk melakukan pembayaran (seperti
halnya membawa kereta dorong ke kasir di sebuah supermarket).
Langkah selanjutnya adalah konsumen berhadapan dengan sebuah
halaman situs yang menanyakan berbagai informasi sehubungan dengan proses
pembayaran yang ingin dilakukan. Informasi yang biasa ditanyakan sehubungan
dengan aktivitas ini adalah sebagai berikut:
Cara pembayaran yang ingin dilakukan, seperti: transfer,
kartu kredit, kartu debit, cek personal, dan lain sebagainya. Jika menggunakan
kartu kredit misalnya, informasi lain kerap ditanyakan, seperti nama yang
tercantum dalam kartu, nomor kartu, expire date, dan lain sebagainya. Contoh
lain adalah jika menggunakan cek personal, biasanya selain nomor cek,
ditanyakan pula nama dan alamat bank yang mengeluarkan cek tersebut.
Data atau informasi pribadi dari yang melakukan
transaksi, seperti: nama, alamat, nomor telepon, alamat penagihan, dan lain
sebagainya. Jika konsumen ingin melakukan pembayaran dengan metoda lain,
seperti digital cash atau electronic check misalnya, konsumen diminta untuk
mengisi user name dan password terkait sebagai bukti otentik transaksi melalui
internet.
Bagi perusahaan yang memperbolehkan konsumennya untuk
melakukan pembayaran beberapa kali (cicilan), biasanya akan ditanyakan pula
termin pembayaran yang dikehendaki.
Setelah konsumen mengisi formulir elektronik tersebut, maka
perusahaan yang memiliki situs akan melakukan pengecekan berdasarkan informasi
pembayaran yang telah dimasukkan ke dalam sistem. Melalui sebuah sistem gateway
(fasilitas yang menghubungkan dua atau lebih sistem jaringan komputer yang
berbeda), perusahaan akan melakukan pengecekan (otorisasi) terhadap bank atau
lembaga keuangan yang berasosiasi terhadap medium pembayaran yang dipilih oleh
konsumen (misalnya menghubungi Visa atau Mastercard untuk jenis pembayaran
kartu kredit). Lembaga keuangan yang terkait kemudian akan melakukan proses
otorisasi dan verifikasi terhadap berbagai hal, seperti: ketersediaan dana,
validitas medium pembayaran, kebenaran informasi, dan lain sebagainya. Jika
metode pembayaran yang dipilih melibatkan lebih dari satu bank atau lembaga
keuangan, proses otorisasi dan verifikasi akan dilakukan secara elektronik
melalui jaringan komputer antar bank atau lembaga keuangan yang ada.
Hasil dari proses otorisasi dan verifikasi di atas secara otomatis
akan “diinformasikan” kepada pelanggan melalui situs perusahaan. Jika otorisasi
dan verifikasi berhasil, maka konsumen dapat melakukan proses berikutnya
(menunggu barang dikirimkan secara fisik ke lokasi konsumen atau konsumen dapat
melakukan download terhadap produk-produk digital). Jika otorisasi dan
verifikasi gagal, maka pesan kegagalan tersebut akan diberitahukan melalui
situs yang sama. Berbagai cara biasa dilakukan oleh perusahaan maupun bank
untuk membuktikan kepada konsumen bahwa proses pembayaran telah dilakukan
dengan baik, seperti:
Pemberitahuan melalui email mengenai status transaksi
jual beli produk atau jasa yang telah dilakukan;
Pengiriman dokumen elektronik melalui email atau situs
terkait yang berisi “berita acara” jual-beli dan kwitansi pembelian yang
merinci jenis produk atau jasa yang dibeli berikut detail mengenai metode
pembayaran yang telah dilakukan;
Pengiriman kwitansi pembayaran melalui kurir ke alamat
atau lokasi konsumen;
Pencatatan transaksi pembayaran oleh bank atau lembaga
keuangan yang laporannya akan diberikan secara periodik pada akhir bulan; dan
lain sebagainya.
Menyangkut transaksi pembayaran melalui internet, terdapat
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh mereka yang
mengembangkan sistem ECommerce,
yaitu:
Security – data atau informasi yang berhubungan dengan
hal-hal sensitive semacam nomor kartu kredit dan password tidak boleh sampai
“dicuri” oleh yang tidak berhak, karena dapat disalahgunakan di kemudian hari;
Confidentiality – perusahaan harus dapat menjamin bahwa
tidak ada pihak lain yang mengetahui terjadinya transaksi jual beli dan
pembayaran, kecuali pihakpihak yang memang secara hukum harus mengetahuinya
(misalnya bank);
Integrity – sistem harus dapat menjamin adanya keabsahan
dalam proses jual beli, yaitu harga yang tercantum dan dibayarkan hanya berlaku
untuk jenis produk atau jasa yang telah dibeli dan disetujuai bersama;
Authentication – proses pengecekan kebenaran dimana
pembeli maupun penjual merupakan mereka yang benar-benar berhak melakukan
transaksi seperti yang dinyatakan oleh masing-masing pihak;
Authorization – mekanisme untuk melakukan pengecekan
terhadap keabsahan dan kemampuan seorang konsumen untuk melakukan pembelian
(adanya dana yang diperlukan untuk melakukan transaksi jual beli); dan
Assurance – kondisi dimana konsumen yakin bahwa
perusahaan E-Commerce yang ada benar-benar berkompeten untuk melakukan
transaksi jual beli melalui internet (tidak melanggar hukum, memiliki sistem
yang aman, dsb.).
Dalam perkembangannya, sistem pembayaran melalui internet dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Mengingat bahwa seluruh mekanisme tersebut dilakukan di
sebuah dunia maya yang penuh dengan potensi kejahatan, maka adalah merupakan
suatu keharusan bagi perusahaan-perusahaan besar untuk melakukan audit terhadap
kinerja system pembayaran perusahaan E-Commerce-nya agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan bersama. Di pihak konsumen, adalah baik untuk tidak
langsung percaya begitu saja terhadap perusahaan maupun “dunia maya” yang ada.
Belajar berbelanja melalui internet dapat dilakukan dengan melibatkan uang
dalam jumlah yang kecil dahulu. Jika benar-benar tidak diketemukan masalah,
barulah secara perlahan dapat dilakukan frekuensi dan volume jual beli dengan
nilai yang lebih besar. Menggunakan kartu kredit atau kartu debit dengan limit
terbatas merupakan salah satu cara terbaik untuk mulai belajar berbelanja di
internet…..
21.39 | | 0 Comments
Metode Pembayaran dengan Digital Cash
Metode
Pembayaran dengan
Digital
Cash
Sering kali di dalam dunia maya, seseorang
ingin belanja secara cepat dan tidak berteletele, terutama dalam hal melakukan
transaksi pembayaran. Terlebih-lebih jika barang yang ingin dibeli melalui
internet tergolong berharga murah, misalnya dibawah US$5,- Jelas bahwa untuk
jumlah tersebut, menggunakan kartu kredit akan membuang-buang waktu, karena
disamping harus mengisi sejumlah formulir, proses otorisasi terkadang memakan
waktu yang cukup lama, tidak sebanding dengan nilai transaksi yang ingin dilakukan.
Bagi praktisi bisnis yang ingin mempermudah konsumennya dalam membelanjakan
uang untuk produk-produk retail berharga murah dengan sistem ECommerce, ditawarkan
sebuah metode pembayaran yang tergolong cepat dan aman, yaitu dengan
menggunakan uang digital (Digital Cash). Cara kerjanya cukup unik, seperti yang
dijelaskan di bawah ini.
Prinsip yang dipergunakan dalam
implementasi sistem digital cash cukup sederhana (Kosiur, 1997). Di dalam dunia
maya, uang dapat direpresentasikan dalam susunan bit atau karakter (string)
dalam beberapa digit. Seperti layaknya penggunaan kupon dalam sebuah bazar,
seorang nasabah bank dapat meminta beberapa kupon (disebut sebagai “token”)
kepada bank di tempatnya menabung dalam pecahan yang diinginkan (misalnya US$1,-).
Melalui email bank akan memberikan nomor seri beberapa token tersebut kepada
nasabahnya sesuai dengan permintaan. Bank selanjutnya akan mendebit sejumlah uang
yang ditransfer pada rekening nasabah yang bersangkutan. Token inilah yang
kelak akan dipergunakan oleh nasabah untuk berbelanja di internet. Cukup dengan
memberikan nomor seri dari token (digital cash) yang ada kepada “toko” di dunia
maya, yang kemudian akan diverifikasi dengan bank yang bersangkutan, transaksi
perdagangan antara penjual dan pembeli dapat dengan mudah dan cepat dilakukan
di internet.
Tentu saja pada teknis pelaksanaannya akan
dilakukan beberapa proses untuk menjaga keamanan transaksi pemberian token dari
bank ke nasabah agar uang digital tersebut tidak “dicuri di tengah jalan” (pada
jalur transmisi). Biasanya nasabah memiliki kunci enkripsi yang diberikan oleh
bank untuk melakukan pengacakan terhadap permintaan akan token (untuk menjamin
agar bukan orang lain yang memintanya); dan sebaliknya bank akan mengirimkan
token yang dilengkapi dengan digital signature sebagai tanda bahwa token yang
dihasilkan “tidak palsu”. Untuk mencegah agar uang tidak dipergunakan dua kali,
maka bank akan melakukan pencatatan terhadap token yang telah dibelanjakan oleh
nasabahnya.
Variasi terhadap implementasi sistem uang
digital ini telah dikembangkan oleh beberapa institusi keuangan. Misalnya
adalah pembelian token melalui transfer antar rekening antar bank, sehingga calon
konsumen tidak perlu harus memiliki rekening di bank yang bersangkutan (mirip
dengan sistem e-cash). Karena token tersebut berasal dari bank yang dikenal
oleh masyarakat, maka apat dibelanjakan
di toko-toko virtual mana saja yang ada di internet. Atau variasi lain adalah
membeli token dengan menggunakan kartu kredit di sebuah lembaga keuangan
tertentu. Tentu saja harus ada lembaga atau asosiasi yang mengatur agar “uang
palsu” tidak “berkeliaran” di dunia maya, yang biasanya dibentuk oleh
pemerintah negara setempat. Tidak jarang pula ditemui toko-toko tertentu yang
mengeluarka digital cash-nya
masing-masing, yang dapat dipergunakan untuk membeli produk-produk pada
toko-toko yang menjadi rekanannya atau yang tergabung dalam suatu jaringan
usaha tertentu.
21.35 | | 0 Comments
Fenomena B-Web di Dunia Maya
Fenomena
B-Web di Dunia
Maya
Keberadaan B-Web (Business Web) untuk pertama kalinya
diidentifikasikan oleh Don Tapscott, David Ticoll, dan Alex Lowy dalam bukunya
“Digital Capital: Harnessing the Power of Business Webs” melalui serangkaian
kajian yang dilakukan terhadap berbagai fenomena bisnis yang dijumpai di dunia
maya. Secara spesifik, B-Web didefinisikan sebagai “kumpulan atau konsorsium
antara beberapa perusahaan yang saling bekerja sama (memiliki ketergantungan)
di dunia maya untuk menciptakan produk dan jasa yang bernilai tinggi (high
value) untuk ditawarkan kepada calon pelanggan (customers)”.
Definisi lain yang juga dipergunakan untuk merepresentasikan B-Web
adalah “a distinct system of suppliers, distributors, commerce services
providers, infrastructure providers, and customers that use the internet for
their primary business communications and transactions”. Contoh-contoh B-Web
besar yang dapat ditemui dengan mudah adalah semacam B-Web MP3 yang aktif
berkompetisi dengan B-Web SDMI (Secure Digital Music Initiative); atau B-Web
yang dibentuk oleh IBM dan Oracle untuk menyaingi BWeb yang dikelola oleh
Microsoft.
Prinsip-prinsip bisnis yang melatarbelakangi terbentuknya B-Web
adalah sebagai berikut:
• Filosofi yang dipergunakan adalah “collaborate to compete”,
dimana beberapa perusahaan merasa akan menjadi lebih kuat dan dapat lebih mudah
memenangkan persaingan jika saling bekerja sama (beraliansi) untuk mengalahkan
raksasa bisnis lain yang lebih besar;
• Dalam era persaingan global dewasa ini, masing-masing persuahaan
harus berkonsentrasi pada bisnis intinya (core business) yang biasa dipilih
berdasarkan keunggulan inti yang dimiliki (core competencies), sehingga untuk
dapat menciptakan produk atau jasa yang utuh kepada pelanggan, kerja sama dengan
perusahaan lain harus dipikirkan agar rangkaian proses (value chain) penciptaan
produk atau jasa dapat dijalankan; dan
• Perang merek atau “brand” di dalam dunia digital sebenarnya lebih
mengarah pada perang antar standar yang satu dengan yang lainnya, sehingga
dengan dibentuknya suatu konsorsium yang besar akan secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi pelanggan yang berada dalam industri terkait untuk memakai
sebuah standar.
B-Web dibangun oleh tiga unsur utama, yaitu masing-masing :
• Internetwroked Enterprise, Teams, and Individuals: yang merupakan
komponen dasar (atom) pembentuk sebuah B-Web, dimana beberapa individu, tim,
atau perusahaan saling memutuskan untuk beraliansi dan bekerja sama dengan
tugas dan tanggung jawab yang disepakati bersama;
•Sejumlah B-Webs: yang merupakan kumpulan dari berbagai B-Web dengan
volume dan karakteristiknya masing-masing, dimana persaingan nyata untuk merebut
pelanggan terjadi di dunia maya; dan
• Industry Environment: yang merupakan kelompok-kelompok industri
yang terbentuk akibat beragamnya produk dan jasa yang ditawarkan oleh beragam B-Web
yang dijumpai. Untuk dapat mengidentifikasikan keberadaan sebuah B-Web di dunia
maya, ada Sembilan fitur (dimensi) yang dapat diamati, seperti yang dijelaskan
secara singkat berikut ini.
Internet
Infrastructure
Seperti layaknya perusahaan dotcom kebanyakan, B-Web terbentuk
karena banyaknya keuntungan-keuntungan yang ditawarkan oleh internet sebagai
medium bertransaksi.
Dari sejumlah aspek yang ada, murahnya biaya transaksi (cost
transaction) dan berinteraksi merupakan hal utama yang menjadi “driver”
berkembangnya sebuah B-Web. Tentu saja tinggi rendahnya biaya ini sangat
relatif di mata konsumen, tergantung manfaat (benefit) yang ditawarkan oleh
internet. Dengan kata lain, faktor infrastruktur sangat menentukan di sini,
karena kinerja internet sangat bergantung pada aspek-aspek teknis infrastruktur
yang ada. Sebuah B-Web akan secara efektif dan efisien beroperasi jika didukung
oleh infrastruktur yang memadai, yang secara signifikan dirasakan tinggi
manfaatnya dibandingkan dengan penyelenggaraan bisnis secara konvensional
(dengan mempergunakan medium offline). Tanpa adanya kelebihan yang ditawarkan
oleh internet, maka kemungkinan B-Web akan bertahan sangatlah kecil.
Value Proposition Innovation
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, B-Web terbentuk karena
konsorsium perusahaan terkait sepakat menawarkan produk atau jasa yang unik,
lain dari pada yang lain, yang tidak dapat diciptakan jika mereka semua tidak
saling bekerja sama. Dengan kata lain, sebuah B-Web akan dapat mudah
dikembangkan dan ditemukan jika adanya inovasi atau inisiatif penciptaan produk
atau jasa baru yang selama ini belum pernah ditawarkan sebelumnya kepada calon
pelanggan.
Multienterprise Capability Machine
Kecenderungan pembentukan sebuah B-Web juga dipacu karena adanya
keinginan dari konsorsium untuk menguasai pasar secara “monopolistik” dalam
waktu relatif singkat. Penggabungan yang terjadi tidak hanya akan meningkatkan
“leverage” dan kualitas sumber daya yang dimiliki, tetapi dapat pula membentuk
suatu mesin korporasi yang kokoh. Keunggulan-keunggulan yang diharapkan
masing-masing perusahaan yang tergabung dari sebuah B-Web tidak hanya dari segi
efisiensi (penghematan biaya), tetapi keinginan untuk memanfaatkan kekuatan
yang ada demi peningkatan pendapatan (revenue). Lima hal yang menjadi pemicu
utama terbentuknya B-Web adalah: biaya, kecepatan, inovasi, kualitas, dan
seleksi produk/jasa. Tidak berlebihan jika sebuah perusahaan kecil dan lemah
mendadak menjadi besar dan kuat setelah bergabung dalam konsorsium B-Web
tertentu.
Five Classes of Participation
Pada umumnya, struktur sebuah B-Web berkembang berdasarkan
interaksi dari lima elemen pembentuknya, yaitu:
• Customers – pelanggan di sini tidak hanya berfungsi sebagai
pembeli pasif, tetapi turut berperan dalam proses penciptaan produk atau jasa
di dalam B-Web (customisation);
• Context Providers – merupakan entiti yang bertanggung jawab
terhadap pengembangan sistem antarmuka (interface) yang menghubungkan antara perusahaan
(yang direpresentasikan oleh situs) dengan calon pelanggan sehingga benefit
(value) yang ditawarkan B-Web dapat dengan mudah dirasakan;
• Content Providers – adalah perusahaan yang memiliki tugas utama
untuk mengemas produk dan jasa sedemikian rupa sehingga tidak saja menarik di
mata pelanggan, tetapi dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan;
• Commerce Services Providers – sebuah bisnis virtual akan dapat
secara efektif berjalan jika ada pihak yang menjamin terjadinya proses
transaksi yang cepat, aman, terpercaya, dan berkualitas, terutama yang
berhubungan dengan alur dokumen, alur pembayaran, dan alur distribusi produk;
dan
• Infrastructure Providers – melihat bahwa manajemen transaksi bisnis
B-Web terjadi di internet, maka harus ada pihak yang secara teknis dapat
menjamin tersedia dan beroperasinya infrastruktur telekomunikasi secara efisien
dan efektif.
Coopetition
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, prinsip “collaborate to
compete” atau yang lazim disebut sebagai “coopetition” merupakan semangat yang
menjiwai konsorsium dalam BWeb.
Tanpa adanya strategi ini, akan terasa sulit sebuah perusahaan
kecil atau menengah untuk dapat membangun B-Web yang kompetitif. Tentu saja
tidak semua perusahaan dapat dengan mudah beraliansi menyatukan visi dan misi
untuk membentuk B-Web yang kuat, mengingat bagi sebagian perusahaan besar,
B-Web merupakan perpanjangan (additional) dari bisnis inti yang telah sukses
digeluti (bagian dari portofolio perusahaan yang dimiliki). Tidak jarang pula
dijumpai sebuah perusahaan yang aktif beroperasi di beberapa B-Web sesuai
dengan kapasistas dan strategi bisnisnya masing-masing.
Customer-Centricity
Berbeda dengan bisnis konvensional yang lebih bersifat “product-centricity”
(masing-masing perusahaan hanya sibuk memfokuskan diri pada internal
input-proses-output-nya masing-masing), pada B-Web, fokus bisnis harus
dipusatkan pada pelanggan. Dalam kaitan inilah makarelasi antara B-Web
(perusahaan) dengan pelanggan memegang kunci yang sangat penting. Tanpa
terjalinnya hubungan ini, maka akan sulit bagi sebuah B-Web untuk dapat
bertahan dalam waktu yang relatif lama. Prinsip yang dipergunakan dalam mengelola
pelanggan ini tidak saja sekedar untuk menjaga dan meningkatkan kepuasan pelanggan
(customer relationship), tetapi lebih kepada pembentukan komunitas pelanggan
yang loyal (customer retention).
Context Reigns
Konteks bisnis yang saling menguntungkan antara penjual dan pembeli
di dunia maya baru akan terjadi jika manajemen B-Web sanggup membangun suatu
mekanisme relasi yang tepat sehingga pelanggan benar-benar mendapatkan manfaat
yang signifikan dari interaksi yang terjadi antara mereka dengan perusahaan di
B-Web. Hal ini merupakan tantangan yang “sulit-sulit mudah”, karena di dunia
maya, konsorsium perusahaan beserta prosedur/mekanisme transaksi jual-beli yang
ditawarkan hanyalah sebatas luas monitor komputer dimana representasi
perusahaan dalam bentuk situs/website ditampilkan. Desain antarmuka/tampilan
dan fitur-fitur yang tersedia sangat menentukan sukses tidaknya jalinan konteks
dapat terjadi antara B-Web dengan pelanggan.
Rules and Standards
Menggabungkan beberapa perusahaan di dalam satu wadah manajemen
tanpa menghilangkan karakteristik dari masing-masing bisnisnya bukanlah
merupakan suatu hal yang mudah. Tidak dapat dihindari bahwa harus dimilikinya
suatu strategi untuk dapat menyatukan infrastruktur manajemen dan teknologi
seluruh perusahaan yang tergabung dalam sebuah B-Web agar dapat saling bekerja
sama menciptakan produk atau jasa yang diinginkan. Salah satu cara yang telah
terbukti efektif adalah dengan mengembangkan aturan bisnis (business rule) dan
standar yang disepakati untuk dipergunakan sebagai panduan bersama. Di dalam
B-Web, keberadaan dua hal ini merupakan hal yang sangat esensial mengingat
selain dibutuhkan suatu kesepakatan mekanisme bisnis yang terpadu, penentuan
cara mengintegrasikan berbagai perusahaan tersebut akan berpengaruh terhadap
kinerja sistem B-Web secara keseluruhan, terutama berkaitan dengan kecepatan
transaksi dan biaya transaksi.
Bathed in Knowledge
Pada akhirnya, kompetisi yang sebenarnya antar satu B-Web dengan
B-Web lainnya akan tergantung pada seberapa pintar masing-masing B-Web mampu
memanfaatkan pengetahuan (knowledge) yang dimilikinya. Perhatikan bahwa
masing-masing perusahaan nantinya akan memiliki beragam data penting yang
diperoleh baik dari aktivitas bisnis sehari-hari maupun dari profil pelanggan
yang melakukan transaksi. Hasil pertukaran dan pengolahan data operasional ini
selain akan menghasilkan informasi yang sangat penting dan berguna, dapat pula
lebih lanjut dicari konteksnya sehingga menghasilkan knowledge yang dapat
dimanfaatkan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. Dari sekian jenis data
operasional yang ada, data yang berhubungan dengan pelanggan merupakan hal yang
terpenting karena merupakan sumber dari pendapatan
(revenue source) yang utama. Di saat dua atau lebih B-Web yang
saling bersaing dapat menurunkan biaya transaksinya masing-masing, hanya faktor
knowledge-lah yang akan menjadi penentu kemenangan kompetisi antar B-Web
tersebut.
21.25 | | 0 Comments
18 Imperatif Electronic Commerce di Dunia Bisnis
18
Imperatif Electronic
Commerce
di Dunia Bisnis
Dalam bukunya “Enterprise E-Commerce”, Peter Fingar, Harsha Kumar
dan Tarun Sharma secara gamblang menjelaskan 18 imperatif yang mencirikan
keberadaan ecommerce dalam dunia bisnis (Fingar, 2000).
18 Imperatives of E-Commerce :
1. Power Shift to Customer
2. Global Sales Channel
3. Reduced Costs of Buying and Selling
4. Converging Touch Points
5. Always Open for Business
6. Reduced Time-to-Market
7. Enriched Buying Experience
8. Customization
9. Self-Service
10. Reduced Barriers of Market Entry
11. Demographics of the Internet User
12. Power Shift to Communities-of-Interest
13. Cybermediation
14. Logistics and Physical Distribution
15. Branding: Loyalty and Acceptance Still Have to be Earned
16. When Most Markets Behave Like the Stock Market
17. Auctions Everywhere
18. Hyper-Efficiency
#1 - Power Shift to Customer
Pada era industri terdahulu, filosofi bisnis yang dipergunakan
adalah produk sentris, dimana perusahaan menciptakan produk secara masal dan
konsumen membelinya. Situasi “satu arah” tersebut disebabkan karena konsumen
tidak memiliki informasi yang transparan mengenai biaya penciptaan produk yang
ditawarkan, sehingga penjual memiliki kekuatan untuk menentukan harga yang
disukainya. Dengan internet, maka terjadilah fenomena “cost transparency”
dimana pelanggan dapat dengan mudah mengetahui secara gratis informasi dan
perkiraan biaya produksi sebuah barang atau jasa. Kompetisi yang sedemikan
ketat secara tidak langsung telah mengakibatkan terjadinya pergeseran kekuatan
dari perusahaan pencipta produk ke konsumen (konsumen sentris). Dengan kata
lain, kunci keberhasilan bisnis e-commerce terletak pada kemampuan perusahaan
dalam meningkatkan kepuasan konsumen atau calon pelanggan.
#2 – Global Sales Channel
Berbeda dengan berusaha di dunia nyata dimana faktor geografis
merupakan arena pertukaran barang atau jasa secara fisikal, arena bisnis
e-commerce adalah di World Wide Web. Internet memberikan peluang yang sama
kepada perusahaan kecil maupun besar, baru maupun lama, dalam hal wilayah
jangkauan ke pelanggan. Dengan menghubungkan dirinya ke internet, berarti
perusahaan telah terkoneksi dengan seluruh komunitas dunia maya yang ada di
bumi ini, tidak perduli seberapa jaug lokasi geografis yang ada. Dengan kata
lain, perusahaan baru mendapatkan kesempatan yang sama dengan perusahaan yang
telah lama berdiri dalam memperoleh kesempatan melakukan interaksi dengan calon
pelanggan. Di sisi lain, perusahaan yang telah mapan akan selalu mendapatkan
pesaing baru dari berbagai belahan dunia karena tidak adanya “barrier to entry”
dalam memasuki bisnis digital ini.
#3 – Reduced Costs of Buying and Selling
Karakteristik internet secara tidak langsung telah mereduksi biaya
variabel hingga mendekati nol. Dengan membuat katalog produk yang diletakkan di
situs perusahaan misalnya, maka biaya
yang dibutuhkan agar katalog tersebut dilihat satu atau sejuta orang tidak
berubah. Biaya pencetakan brosur pun dapat dikatakan tidak ada karena secara
tidak langsung telah dibebankan kepada pelanggan (mereka yang tertarik cukup
mencetak halaman situs terkait). Biaya transaksi pun dapat secara signifikan
dikurangi mengingat proses administrasi telah dapat digantikan secara otomatis
oleh aplikasi atau perangkat lunak (software). Di sisi pembelian, biaya yang
secara signifikan dapat dikurangi adalah biaya penyimpanan barang (inventory
cost). Teori Just-In-Time (JIT) atau inventori minimum dapat dengan mudah
diterapkan karena aplikasi e-commerce B-to-B (Businessto- Business) yang
menyediakan informasi secara real time dan online dapat diimplementasikan oleh
perusahaan dan rekanannya (supplier).
#4 – Converging Touch Points
Teknologi komputer, elektronika, dan telekomunikasi telah berhasil
menciptakan berbagai jenis produk-produk digital mulai dari yang kompleks
sampai dengan yang sederhana dan mudah dibawa kemana-mana (portable) yang
memungkinkan para praktisibisnis dan pelanggan melakukan transaksi jual beli.
Tengoklah bagaimana teknologi telepon genggam (handphone) telah sedemikan
berkembang sehingga alat yang tadinya hanya merupakan alat komunikasi, kini
telah dapat dipergunakan untuk mencari informasi di internet (browsing) dan
melakukan transaksi jual beli saham (teknologi Wireless Application Protocol).
Berbagai alat digital sederhana dengan fungsi khusus pun mulai bermunculan yang
pada dasarnya dipergunakan oleh pelanggan sebagai media melakukan transaksi
dengan berbagai perusahaan. Contohnya adalah PDA (Personal Digital Assistant),
palm top, pager, pervasive computer, dan lain sebagainya. Berkembangnya
berbagai jenis produk ini merupakan dampak konvergensi tiga industri: komputer,
telekomunikasi, dan informasi (content).
#5 – Always Open for Business
Bisnis e-commerce merupakan aktivitas 24 jam sehari, 7 hari
seminggu, dan 365 hari setahun – atau non stop. Representasi sebuah perusahaan
dan aktivitasnya di dunia maya adalah situs korporat dengan berbagai
fasilitasnya. Transaksi bisnis dimungkinkan dilakukan oleh siapa saja, dari
mana saja, dan kapan saja, sehingga tidak ada waktu jeda atau istirahat dalam
melayani pelanggan. Dengan kata lain, faktor keamanan, sekuritas, redundansi,
dan skalabilitas harus benar-benar diperhatikan untuk mendukung kebutuhan ini.
Harap diingat, bahwa satu menit saja situs terkait tidak beroperasi dapat
berakibat fatal terhadap citra perusahaan.
#6 – Reduced Time-to-Market
Beberapa jenis bisnis e-commerce secara tidak langsung telah
melibatkan konsumen pada proses produksi sehingga seolah-olah terjadi
percepatan pada proses penciptaan produkproduk baru (time-to-market). Tengoklah
situs download.com dimana beribu-ribu perangkat lunak yang sedang pada tahap
percobaan (beta testing) dapat secara gratis didownload dan dinikmati oleh
konsumen sebelum perangkat lunak yang bersangkutan selesai dikembangkan dan
dijual secara resmi di pasar.
#7 – Enrinched Buying Experience
Berbelanja di internet merupakan pengalaman tersendiri bagi
konsumen karena sifatnya yang unik. Tersedianya berbagai jenis perangkat lunak
dengan fasilitas yang menarik dan menyenangkan dalam menawarkan berbagai cara
berbelanja adalah strategi perusahaan ecommerce untuk menarik calon
pelanggannya di dunia maya. Contohnya adalah diimplementasikannya aplikasi
multimedia dalam bisnis pelelangan rumah sehingga seseorang yang tertarik untuk
membeli rumah di negara lain dapat dengan mudah melihat keadaan luar dan dalam
rumah yang bersangkutan tanpa harus meninggalkan kantor tempatnya bekerja. Atau
tersedianya fasilitas berbincang-bincang (chatting) secara langsung dan
interaktif dengan customer service atau salesman sebelum memutuskan untuk
membeli barang terkait. Tidak jarang pula disediakan suatu ruang diskusi dimana
komunitas pembeli barang tertentu saling berbagi pengalaman dan bertukar
pikiran (misalnya para pengguna hardware sejenis, atau barang-barang
elektronika lainnya). Keberadaan fasilitas ini tidak saja untuk menarik
perhatian pelanggan, namun lebih jauh lagi telah sanggup mengurangi berbagai
biaya yang seharusnya terjadi dalam bisnis konvensional (bayangkan seberapa
banyak customer service yang dibutuhkan jika perusahaan memiliki satu juta
pelanggan aktif !).
#8 – Customization
Salah satu daya pikat dari bisnis e-commerce dewasa ini adalah
kemampuan yang ditawarkan kepada konsumen untuk menciptakan produk unik sesuai dengan
kebutuhan spesifik konsumen tersebut (customization). Lihatlah bagaimana sebuah
perusahaan ecommerce di industri musik menawarkan pelanggannya untuk menentukan
lagu apa saja yang diinginkan untuk direkam pada pita rekaman (kaset) atau
cakram rekaman (compact disc). Proses pemasaran (marketing) pun dapat dilakukan
secara individual (one-on-one) sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan.
Produksi secara masal (mass production) secara perlahan-lahan telah bergeser
menjadi produk masal yang khusus (mass customization).
#9 – Self-Service
Berbagai fasilitas (email, chatting, portal, dsb.) di internet
secara tidak langsung telah mengajarkan dan memaksa konsumen untuk melayani
dirinya sendiri. Seseorang yang ingin membeli sebuah merek televisi tertentu
misalnya dapat dengan mudah bertanya kepada orang-orang yang telah membeli
sebelumnya untuk dimintai komentar dan penilaiannya. Dilihat dari perspektif
perusahaan, keadaan ini tentu saja memiliki dampak positif dan negatif-nya.
Sisi positif yang ditimbulkan adalah berkurangnya biaya marketing atau customer
service untuk memperkenalkan produk atau jasa tertentu, namun di pihak lain
dapat mengakibatkan kerugian atau berkurangnya calon pelanggan jika terdapat
konsumen yang kecewa atau tidak puas dengan kualitas produk atau jasa yang ditawarkan.
#10 – Reduced Barriers of Market Entry
Konsep “barrier to entry” yang berlaku di dunia nyata hampir tidak
dapat diterapkan di dunia maya mengingat begitu mudahnya untuk melakukan bisnis
di internet. Cukup dengan biaya sekitar 50-100 dolar Amerika setahun, seseorang
dapat membuka bisnis dotcom-nya. Mempertahankan keunggulan kompetif-pun
merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan mengingat begitu mudahnya
bisnis tertentu ditiru dan dikembangkan. Strategi khusus perlu diterapkan oleh
siapa saja yang ingin berbisnis di internet, terutama yang memiliki visi jangka
panjang.
#11 – Demographics of the Internet User
Mencermati demografi dari calon konsumen di internet merupakan
salah satu kunci keberhasilan usaha, terutama dalam rangka mendefinisikan dan
menentukan segmen market yang ingin digarap (khususnya bagi tipe e-commerce
B-to-C). Begitu banyaknya perusahaan di internet yang menawarkan jasa serupa
memaksa masing-masing perusahaan untuk memiliki sesuatu yang lain dari pada
yang lain. Karena telah terjadi pergeseran dari bisnis berbasis produk menjadi
bisnis berbasis konsumen, maka perusahaan harus secara jelas memilih target
pasarnya. Kebanyakan perusahaan ecommerce yang berhasil, secara kontinyu dan
intensif mempelajari dan menganalisa market dan perilaku konsumennya (consumer
behavior) berdasarkan data dan informasi yang diperoleh sehari-hari. Misalnya
melalui rekaman (record) dari situs-situs yang biasa mereka kunjungi, profil
atau karakteristik konsumen, tingkat pendapatan (income level)
dan daya beli (purchasing power), trend, dan lain sebagainya.
#12 – Power Shift to Communities-of-Interest
Salah satu fenomena yang terjadi di dunia maya adalah kecenderungan
pembentukan komunitas-komunitas berdasarkan kepentingan tertentu. Misalnya
adalah forum para penggemar musik jazz, kelompok diskusi para pengajar mata
kuliah matematika, asosiasi para pengguna software dengan merek tertentu, dan
lain sebagainya. Kelompok atau komunitas informal ini secara tidak langsung
memiliki peranan yang cukup kuat (bargaining power) karena para konsumen saling
memberikan penilaian berdasarkan pengalamannya terhadap mutu atau kualitas
produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan tertentu. Tentu saja perusahaan
harus semakin berhati-hati dalam menciptakan produk atau jasa serta melayani
pelanggannya karena keburukan yang terjadi akan dengan mudah diceritakan dari
“mulut ke mulut” dan tersebar dan diketahui seluruh pengguna internet (komunitas
terkait).
#13 – Cybermediation
Keberadaan berbagai komunitas dan sumber informasi secara gratis di
internet tentu saja secara tidak langsung akan mematikan berbagai jenis bisnis
mediasi seperti yang biasa dilakukan oleh broker, agen, penasehat, distributor,
konsultan dan lain sebagainya karena calon konsumen akan cenderung bertanya
atau berdiskusi secara gratis dengan komunitasnya di internet. Peranan mereka
akan digantikan oleh apa yang dijuluki sebagai “infomediary”, yaitu perusahaan
yang menguasai informasi. Karena perusahaan inilah yang memiliki informasi
sebagai sarana penunjang agar barang yang secara fisik diproduksi oleh sebuah
peruasahaan dapat sampai ke tangan pelanggan secara efisien dan efektif.
Infomediary ini pula yang akan berperan besar dalam meningkatkan nilai (value) dari
produk atau jasa yang ditawarkan di internet.
#14 – Logistics and Physical Distribution
Walau bagaimanapun keberhasilan bisnis e-commerce tetap tergantung
pada dua variable besar, yaitu proses logistik (penyimpanan barang secara
fisik) dan distribusi (pengiriman barang ke pelanggan). Waktu dan ruang menjadi
faktor penentu keberhasilan di sini karena aspek efisiensi, efektivitas, dan
kontrol sangat tergantung pada seberapa jauh perusahaan yang bersangkutan
memiliki infrastruktur informasi. Tengoklah bagaimana konsep JIT (Just-In-Time)
inventory hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki informasi akurat
dan infrastruktur jaringan komputer yang baik dengan para supplier. Demikian
pula dengan diperlukannya hubungan aliansi melalui computer dengan
perusahaan-perusahaan kurir yang bertanggung jawab untuk menyebarkan atau mengirimkan
barang ke lokasi tertentu.
#15 – Branding Acceptance
Seperti halnya di dunia nyata, merek tetap dibutuhkan di dunia
maya. Alasannya sangat sederhana, karena pada kenyataannya begitu banyak
perusahaan-perusahaan yang menawarkan produk atau jasa sejenis, dan calon
konsumen harus memilih yang diinginkannya. Aspek-aspek pemasaran seperti TOM
(Top of Mind) dan Branding Awareness merupakan target awal yang paling tidak
harus diperhitungkan untuk dimiliki oleh sebuah perusahaan di mata pelanggan.
Namun harus diingat, bahwa pada akhirnya kepuasan pelanggan atau kepercayaan
pelanggan yang akan menjadi faktor penentu loyalitas terhadap perusahaan. Di
dalam dunia maya, sangat sulit menanamkan loyalitas kepada pelanggan karena
begitu banyaknya perusahaan lain yang bersedia memberikan produk atau jasa yang
sama dengan harga yang lebih murah. Sebaliknya, pelanggan yang dikecewakan atau
tidak puas dengan pelayanan perusahaan tertentu, akan berpaling ke situs lain
dan sangat sulit untuk berbalik kembali.
#16 – Stock Market Behavior
Konsep pasar bebas dan “perfect competition” yang biasa ditemukan
dalam teori-teori ekonomi merupakan kenyataan biasa yang terjadi di dunia maya.
Transaksi barang dan jasa yang terjadi akan mengikuti pola bursa saham. Harga
sebuah barang dan jasa tidaklah tetap, melainkan akan mudah berfluktuasi dari
waktu ke waktu karena karakteristiknya yang telah menjadi komoditas. Strategi
harga (pricing) yang diimbangi dengan kualitas produk dan pelayanan pelanggan
merupakan aspek penentu keberhasilan perusahaan dalam berkompetisi dalam
lingkungan dinamis tersebut.
#17 – Auctions Everywhere
Konsep ekonomi “mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan
pengorbanan seminimum mungkin” dimanifestasikan dalama bentuk model bisnis
lelang. Hampir semua situs-situs besar akan melakukan teknik penjualan sejenis
lelang dengan berbagai variasinya terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.
Tipe e-commerce B-to-B dan Bto-C akan segera dilengkapi dengan jenis transaksi
C-to-C. Yang perlu dicatat bahwa tidak hanya barang bekas yang dilelang, tetapi
produk baru atau bahkan yang belum jadi (seperti rumah atau paket liburan)
dapat diperjualbelikan melalui konsep lelang.
#18 – Hyper-Efficiency
Pada akhirnya, target akhir dari dimanfaatkannya internet sebagai
medium melakukan transaksi adalah untuk mengifisienkan market. Perusahaan akan
berlomba-lomba melakukan efisiensi untuk menekan harga produk atau jasa
sehingga secara makro fenomena hyper-efficiency akan terlihat. Yang berhasil
memenangkan persaingan adalah mereka yang dapat melakukan efisiensi tertinggi
pada proses bisnisnya (value chain).
21.09 | | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)
Total Tayangan Halaman
Diberdayakan oleh Blogger.